Jumat, 13 Agustus 2021

Proofreading Sebelum Menerbitkan Tulisan

 


Resume ke  : 15

Tema            : Proofreading Sebelum Menerbitkan Tulisan

Narasumber : Bpk. Susanto, S.Pd

Gelombang  : 19

Moderator    : Ibu Maesaroh

Materi Pelatihan Belajar Menulis kali ini sangat menarik bagi saya karena berhubungan langsung dengan kompetensi penulis dalam meningkatkan kualitas tulisan sebelum dipublikasikan. Selain itu narasumber dalam pelatihan kali ini juga sangat pengalaman dalam mengedit beberapa tulisan hingga layak terbit. Beliau Bpk. Susanto, S.Pd yang aktif menulis buku antologi dan sangat giat membantu mengedit banyak buku. Tentu pengalamannya perlu kita jadikan pelajaran, karena dengan penulisan yang tepat makna dan pemahaman akan diterima sengan baik oleh pembaca dan terhindar dari multi tafsir yang tidak kita harapkan.

Dengan di moderator ibu Maesaroh, pertemuan online pelatihan belajar menulis ini semakin meriah. Narasumber mengingatkan kembali terkait swasunting, Materi sebelumnya, oleh Pak "Mazmo" Sudomo, banyak dikutip sebagian besar peserta yang mengumpulkan tulisan resume pelatihan: Swasunting, dilakukan setelah selesai menulis, jangan menyunting sambil menulis, fokus penyuntingan pada kesalahan penulisan, ejaan, kata baku, aturan penulisan, dan logika cerita. Selain itu harus kejam pada tulisan sendiri. Terakhir adalah berpegangan pada KBBI dan PUEBI.

Dengan merendah Pak Susanto menyampaikan, "Saya yakin, banyak di antara Bapak atau Ibu yang sdh menjadi Proofreader atau bahkan editor pada penerbitan. Oleh karena itu, saya mohon izin. Ibarat menggarami lautan, untuk Bapak dan Ibu yang berprofesi sebagai proofreader, kita dapat berbagi pada kesempatan selanjutnya."

Proofreading atau kadang disebut dengan uji-baca adalah membaca ulang sebuah tulisan, tujuannya adalah untuk memeriksa apakah terdapat kesalahan dalam teks tersebut. Karena intinya, Proofreading adalah aktivitas memeriksa kesalahan dalam teks dengan cermat sebelum dipublikasikan atau dibagikan. Oleh karena itu, kegiatan ini sesungguhnya adalah kegiatan akhir setelah tulisan diselesaikan. Dalam hal ini sangat sesuai dengan nasihat para pakar menulis, yakni: "Tulis saja, jangan pedulikan teknis. Salah nggak papa mumpung ide masih mengalir. Jika sudah selesai, barulah kita lakukan editing."

Yang sering terjadi, ketika "sedang" menulis, muncul keinginan agar tulisan ini harus sempurna. Sehingga, muncul kehawatiran: nanti tulisan jelek, tdak layak baca, banyak kesalahan ejaan, kalimatnya tidak pas, dan sebagainya. Akhirnya terjebak untuk segera memperbaiki. Hal lain (biasanya seorang blogger) ingin segera menerbitkan tulisan. Begitu selesai menulis, mungkin karena mengejar target atau ingin segera memublikasikan, langsung klik tombol kirim.

Apa yang terjadi? Yang pertama, alih alih tulisan menjadi lebih baik, malah tulisan "nggak jadi-jadi". Untuk yang kedua, maksud hati membuat tulisan yang menarik, akibat kekurangcermatan dalam pengetikan tulisan di blog, tulisan menjadi berkurang nilai kemenarikannya. Sayang, ya?. Oleh karena itu, proofreading sangat penting. Ketimbang kita "menyewa" proofreader, lebih baik kita lakukan sendiri, 'kan?

Dalam proofreading, memeriksa apakah terdapat kesalahan dalam teks yang dimaksud adalah memeriksa kesalahan penggunaan tanda baca, ejaan, konsistensi dalam penggunaan nama atau istilah, hingga pemenggalan kata. Apa bedanya dengan mengedit? Editing lebih fokus pada aspek kebahasaan, sedangkan proofreading selain aspek kebahasaan, juga harus memperhatikan isi atau substansi dari sebuah tulisan. Jadi, proofreading tidak sekadar menyoroti kesalahan tanda baca atau ejaan, tetapi juga logika dari sebuah tulisan, apakah sudah masuk di akal atau belum.

Ada juga yang berpendapat, Pengeditan merupakan proses yang melibatkan perubahan besar pada konten, struktur, dan bahasa, sedangkan proofreading hanya berfokus pada kesalahan kecil dan inkonsistensi. Tugas seorang proofreader bukan hanya membetulkan ejaan atau tanda baca, ya. Seorang proofreader juga harus memastikan bahwa tulisan yang sedang ia uji-baca bisa diterima logika dan dipahami pembacanya. Jadi, ia harus dapat mengenali apakah sebuah kalimat efektif, struturnya sudah tepat atau belum, hingga memastikan agar substansi tulisan dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca. Anda yang jago bahasa asing, jika mendapatkan tugas untuk menguji-baca sebuah teks terjemahan. Output yang dihasilkannya adalah sebuah teks yang mudah dipahami meski bagi orang yang tidak mengetahui bahasa asal teks terjemahan tersebut. Jadi, apa kesimpulannya? Tugas seorang proofreader adalah untuk membuat teks mudah dipahami pembaca dan tidak kehilangan substansi awalnya.

Cerita pengalaman sedikit ketika menjadi proofreader dan mengedit naskah antologi teman-teman. Ada tulisan yang sudah bagus, uraian sesuai tema, struktur bahasanya bagus, kalimat yang digunakan tidak terlalu panjang, tetapi terjadi kesalahan dalam meletakkan tanda koma atau tanda baca lainnya. Ada juga tulisan yang masih "kacau" dari segi struktur, misalnya karena kalimatnya berupa kalimat majemuk yang terdiri dari banyak sekalai kalimat tunggal, maka proofreader harus bisa memanngkasnya dan menjadikannya kalimat yang mudah dipahami. Tentu substansi dan maksud penulis tidak berubah.

Contoh sederhana proofreading:

Teks asli

Membuat cerita fiksi memang sedikit berbeda dengan cerita non fiksi. Tetapi cerita non fiksi dapat disampaikan dengan gaya cerita fiksi agar lebih menarik. Tentu sepanjang tidak bertentangan dengan aturan penulisan karya non fiksi yang telah ditentukan, seperti makalah ilmiah, laporan penelitian, dan sejenisnya.

Teks Perbaikan

Membuat cerita fiksi memang sedikit berbeda dengan cerita nonfiksi. Tetapi, cerita nonfiksi dapat disampaikan dengan gaya cerita fiksi agar lebih menarik. Tentu sepanjang tidak bertentangan dengan aturan penulisan karya nonfiksi yang telah ditentukan, seperti makalah ilmiah, laporan penelitian, dan sejenisnya.

Dalam KBBI:

non (adv) tidak; bukan: nonaktif; nonberas

Tanda koma dipakai sebelum kata penghubung, seperti tetapi, melainkan, dan sedangkan, dalam kalimat majemuk (setara). Misalnya: Saya ingin membeli kamera, tetapi uang saya belum cukup. Ini bukan milik saya, melainkan milik ayah saya.

Semoga dengan materi pelatihan yang menarik ini kita semakin mampu meminimalisir kesalahan. Semakin lihai saat menulis tulisan berikutnya dan makin cakap dalan swasunting pasca penulisan. Selamat berkarya kembali..

3 komentar:

MENANGKAP KELEMAHAN SEBAGAI PELUANG

Dalam kehidupan berkeluarga atau berkarir tentu banyak dinamika, ada hal yang kita lihat sebagai hal normal, ada pula kejadian yang dirasa s...